Home » , , , , , , » Ini Kata Munawar Liza Zainal Soal MoU Helsinki, Bendera dan Wali Nanggroe

Ini Kata Munawar Liza Zainal Soal MoU Helsinki, Bendera dan Wali Nanggroe

Banda Aceh – Siapa Munawar Liza Zainal? Ia mantan perunding Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dalam mewujudkan MoU Helsinki pada 15 Agustus 2005 lalu. Kemudian ia juga dipercayakan rakyat Sabang sebagai Walikota pada tahun 2007-2012.
Kini ia tetap terus melanjutkan perjuangan membangun perubahan Aceh yang lebih bermartabat. Munawar Liza bergabung dengan Partai Nasional Aceh (PNA) salah satu Partai Lokal yang lahir dari ruh nya MoU Helsinki.
Senin, 9 September 2013, Munawar Liza hadir dalam diskusi delapan tahun MoU Helsinki “Kemana Arah Pembangunan dan Perdamaian Aceh” yang digagas Forum Demokrasi Aceh di Hermes Palace Hotel.
Kata Munawar Liza, Tgk Muhammad Hasan Di Tiro adalah guru kita yang memperjuangkan marwah rakyat Aceh.
Dari sebuah perjuangan merdeka bahwa MoU Helsinki yang dihasilkan semacam pengganti merdeka. Misinya harus maksimal. “Pemerintah Aceh jangan sampai mengkebiri MoU dan menganggap ini kesepakatan biasa, tapi MoU ini lahir telah mengorbankan ribuan nyawa rakyat Aceh,” kata mantan Petinggi GAM ini.
Ruh MoU Helsinki ini kata Munawar adalah kemandirian politik dan pemerintahan Aceh. Pemerintah Indonesia membagi kewenangan yang sangat luas selain 6 kewenangan.
Ada partai lokal, ada regulasi atau kebijakan dan Aceh juga berhak menentukan namanya, bentuknya dan ada kewenangan yang sangat luas.
Dikatakanya, kewenangan ekonomi bermula dari sumber dayanya. Aceh harus mandiri dan mempunyai sumber daya. Aceh menyimpan dan mengelola Migas, kebebasan membangun pelabuhan, siapa yang mengelola?
Menurut mantan Walikota Sabang ini, dalam MoU Helsinki sudah jelas siapa yang mengelola adalah Pemerintah Aceh.
Menyangkut kesejahteraan korban konflik dan mantan kombatan belum terimplementasi dengan baik. Dalam MoU sudah jelas disebutkan ada bagian untuk korban konflik dan mantan kombatan yang harus diselesaikan. “Mantan kombatan dan korban berhak mendapat tanah, ini sudah disepakati, lalu kita minta lagi ke pusat dan tidak diberikan maka ini memalukan,” kata Munawar.
Kewenangan Aceh juga disebutkan dalam MoU. Rekrutmen Polisi dan Jaksa harus ada persetujuan Pemerintah Aceh. Termasuk penetapan siapa Kapolda Aceh juga harus mendapat persetujuan.
MoU Helsinki juga mengamanahkan pengakuan siapa pelaku kejahatan konflik melalui Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR). “Tujuannya kejahatan tidak terulang,” ungkap pengurus Partai Nasional Aceh, sembari mengharapkan bahwa ini harus di ekplore untuk kerja nyata dalam program Pemerintah Aceh.
Dalam MoU Helsinki semua partai lokal adalah sama. Kata Munawar Liza Zainal justru sekarang ada pihak-pihak lain yang ingin membajak MoU itu yang seolah-olah untuk kelompok tertentu saja. “Ini harus dihindari,” katanya memberi contoh masalah bendera Aceh.
Nah, Munawar Liza mengaku bendera bulan bintang itu memang yang diusulkan saat perundingan GAM dengan RI. Bahkan kita (red- juru runding) kembali ke Aceh dengan memakai PIN bendera bulan bintang.
Kemudian ada kelompok tertentu yang memaksa menggunakan bendera tersebut sebagai bendera satu kelompok tertentu di Aceh. “Ini kan pembajakan terhadap bendera Aceh,” kata Munawar.
“Kalau jadi diterima oleh pusat bendera itu, maka kita bingung melihat garis itu sama dengan bendera partai tertentu,” akuinya.
Soal lambang juga, kata Munawar Liza Zainal memang diusulkan buraq singa pada perundingan GAM-RI saat itu. “Tapi sekarang lambang buraq singa itu sudah digunakan oleh organisasi tertentu, coba cek, inikan pembajakan,” kata dia lagi.
“Kita rasional saja, kalau ingin menjadikan bendera dan lambang Aceh maka jangan ada pembajakan oleh kelompok tertentu,” ujar Munawar yang didampingi oleh Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun, mantan Juru Bicara Partai Aceh, Fachrul Razi MIP pada acara tersebut.
Satu hal soal Wali Negara (red-Wali Nanggroe) bahwa alm. Tgk. Muhammadi Hasan Di Tiro seorang pejuang demokrasi. “Paduka yang mulia Wali Neugara itu tidak menamakan dirinya sebagai raja, sultan bahkan presiden, tapi alm Tgk. Muhammad Hasan Di Tiro adalah menyambung perjuangan,” kata Munawar.
Wali mengamanahkan harus dapat menyatukan rakyat Aceh. “Jangan sampai ada intitusi lain yang dapat menimbulkan gejolak gayo merdeka dan pemekaran Provinsi Aceh Barat Selatan,” katanya.
Tegasnya, Munawar Liza Zainal menantang DPRA agar dapat mengevaluasi lagi Qanun Wali Nanggroe.
“Jangan sibuk dengan MoU, konon soal anggarannya tidak tepat waktu dibahas. Saya tantang DPRA, mampu tidak membahas anggaran tepat waktu, ini untuk memotovasi DPRA supaya fokus, jangan sedikit-sedikit tidak sesuai dengan MoU,” tutup Munawar Liza Zainal. (Firman)
sumber : http://acehterkini.com/ini-kata-munawar-liza-zainal-soal-mou-helsinki-bendera-dan-wali-nanggroe/
Share this article :
Tips Dan Trik
Tips Dan Trik
Tips Dan Trik
Tips Dan Trik
 

Copyright © 2013. Zulkarnaini. MA - All Rights Reserved
Keude.Net | Support | CSS